Perlindungan
Konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya
didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli.
Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para
produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang
merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan
bahkan jiwa dari para konsumen.
Beberapa
contohnya adalah :
·
Makanan kadaluarsa yang
kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya
sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya
bisa menyebabkan keracunan.
·
Masih ditemukan ikan
yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa kedua jenis
cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan,
ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan
boraks tersebut dikonsumsi secara terus- menerus akibat ketidaktahuan konsumen
maka kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada
akhirnya dapat memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
·
Daging sisa atau bekas
dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public
digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolah
kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar
namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal
tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat
telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam
pengakuannya pelaku menjelaskan tahapan- tahapan yang ia lakukan, yaitu ;
Limbah daging dibersihkan lalu dicuci dengan cairan formalin, selanjutnya
diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali sebelum dijual dalam
berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan hal yang lebih
mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani
selama 5 (lima) tahun lebih.
·
Produk susu China yang
mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga
Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk susu
buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa
digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga atau
plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun
demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen
justru sebaliknya hal ini sangat merugikan konsumen.
Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek
samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak
sedikit dari mereka yang meninggal dunia.
Dari keempat contoh diatas dapat kita
ketahui bahwa konsumen menjadi pihak
yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen
juga harus menanggung resiko besar yang membahayakan
kesehatan dan jiwanya hal yang memprihatinkan adalah
peningkatan harga yang terus menerus terjadi tidak dilandasi
dengan peningkatan kualitas atau mutu produk.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
tujuan dari Perlindungan ini adalah :
- Meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
- Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa,
- Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen,
- Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
serta akses untuk mendapatkan informasi,
- Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
- Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
- Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau
jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal
5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan
Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen
yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah
melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku
usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK
menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan,
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen
- Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
serta akses untuk mendapatkan informasi
- Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha
- Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
ASAS - ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.
Asas
manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.
Asas
keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.
Asas
keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.
Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas
kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
MENGANALISIS SIKAP
KONSUMEN
Suatu analisis mengenai sikap konsumen dapat
menghasilkan manfaat diagnostik maupun prediktif mengidentifikasi pasar yang
reseptif, mengevaluasi kegiatan pemasaran yang sekarang dan yang potensial dan
meramalkan perilaku masa datang adalah sebagian dari cara-cara utama dimana
sikap dapat membantu pengambilan keputusan pemasaran.
Sikap
didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh, intensitas, dukungan dan kepercayaan
adalah sifat penting dari sikap masing-masing sifat ini bergantung pada
kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Sementara konsumen
mengakumulasi pengalaman baru sikap dapat berubah.
Sejauh mana sikap memberikan ramalan yang akurat
mengenai perilaku akan bergantung
pada
sejumlah faktor. Hubungan sikap perilaku seharusnya bertumbuh lebih kuat bila :
·
Pengukuran sikap
menetapkan secara benar komponen tindakan, target, waktu,
dan konteks.
·
Interval waktu antara
pengukuran sikap dan perilaku menjadi lebih singkat.
·
Sikap didasarkan pada
pengalaman langsung.
Perilaku menjadi kurang dipengaruhi oleh pengaruh
sosial. Perilaku konsumen adalah suatu proses, dan pembelian hanyalah satu
tahap.Ada banyak pengaruh yang mendasari, berjajar dari motivasi internal
hingga pengaruh sosial dari berbagai jenis. Namun, motivasi dan perilaku dapat
dimengerti, walaupun secara tidak sempurna melalui penelitian prediksi yang
sempurna tidak pernah mungkin dilakukan, tetapi usaha didesain dan digunakan
dengan tepat dapat menurunkan risiko kegagalan pemasaran secara berarti.
Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan ini.
PENDIDIKAN UNTUK
MELINDUNGI KONSUMEN
Pihak-pihak lain ingin membentuk dan mempengaruhi
perilaku konsumen, tetapi melakukannya dalam upaya membantu konsumen membeli
secara bijaksana. Ekonomi konsumen, khususnya mereka yang membuat pilihan
terbaik dipandang dari motivasi dan cita-cita mereka.
Berikut
ini adalah beberapa persoalannya yang dapat diajukan :
1. Apakah
keseluruhan nilai yang diterima lebih tinggi seandainya tersedia informasi yang
lebih baik mengenai alternative pembelian yang lain.
2. Apakah
konsumen akan menjadi lebih baik dengan membeli berdasarkan harga dan bukan
nama merek ?
Melalui pendidikan, konsumen dapat diajarkan
bagaimana mendeteksi adanya penipuan dan penyalahgunaan lain serta dibuat sadar
akan obat yang ada dan peluang untuk memperbaiki. Begitu pula, siapa saja dapat
mengambil manfaat dari wawasan yang lebih luas ke dalam strategi penghematan
uang.
Program pendidikan juga harus didasarkan pada
penelitian terhadap motivasi dan perilaku bila program tersebut diharapkan
relevan dengan dunia riil (nyata) kehidupan konsumen. Tidak mengherankan,
ekonomi konsumen dan ekonomi rumah tangga kini mendapat tempat diantara
mahasiswa perilaku konsumen yang paling serius.
Pemasar
dan ekonomi konsumen kerap mengambil posisi berlawanan sewaktu menganalisis
perilaku yang sama. Meskipun begitu, keduanya berniat mengubah perilaku itu
bila dipandang menguntungkan untuk melakukannya. Demikian satu-satunya
perbedaan (different) ada didalam agenda mereka masing-masing.
Menurut Kebijakan Publik : Pendidikan saja tidak
akan menjamin kesejahteraan konsumen. Dasar dari ekonomi usaha bebas
(free-enterprise economy) adalah hak konsumen mana pun untuk membuat pilihan
yang terinformasi dan tidak terbatas dari suatu susunan alternative. Bila hak
ini dikurangi karena penyalahgunaan bisnis, konsesus masyarakat menegaskan
bahwa pemerintah wajib mempengaruhi pilihan konsumen melalui pembatasan dalam
kekuatan monopoli dan melalui pengekangan kecurangan dan praktek dagang lain
yang tidak jujur.
Undang-undang dan peraturan perlindungan konsumen
terlalu sering didasarkan pada opini dari sekelompok kecil advokat. Hasilnya
mungkin berupa kegiatan yang tidak efektif atau bahkan kontraproduktif.
Sekarang ada kesadaran yang semakin berkembang bahwa kepercayaan yang lebih
besar harus diletakkan pada penelitian konsumen bila perlindungan konsumen
diharapkan berfungsi seperti yang dimaksudkan.
PENGARUH KONSUMEN SAH
SECARA SOSIAL
Kebutuhan konsumen adalah riil, dan ada manfaat yang
tidak dapat disangkal dari produk atau jasa yang menawarkan kegunaan murni.
Konsumen mendapatkan keuntungan sementara pada saat yang sama sistem ekonomi
diberi tenaga. Ingat bahwa konsumen, bukan pemasar, yang menetapkan agenda
untuk keseluruhan proses. Namun, tidak ada keraguan bahwa kecurangan, kekuatan
monopoli, dan bentuk lain manipulasi dapat dan kerap memutuskan manfaat yang
diterima. Kunci bagi legitimasi social adalah jaminan bahwa konsumen tetap
memiliki kebebasan lengkap dan tanpa rintangan sepanjang prosesnya. Kebebasan
ini diwujudkan ketika tidak ada sesuatu pun yang membujuk konsumen untuk
bertindak dengan cara-cara yang akan disesalkan dan bahkan dipungkiri sesudah
renungan yang lebih cermat. Pengaruh yang tidak tepat menimbulkan pelanggaran
etika yang serius sehingga mengharuskan pembuatan undang-undang dan bentuk lain
kegiatan perlindungan.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen.
1. Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain maupun makhluk hidup
lain.
3. Pelaku
Usaha adalah setiap orang, perseorangan atau badan badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanian menyelenggarakan kegiatan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah lembaga non- pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh pemerintahan yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.
7. Badan
penyelesaian sengketa konsumen nasional adalah badan yang bertugas menangani
dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan komsumen.
Badan perlindungan konsumen nasional adalah
badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
Yang terdiri atas unsur: Pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat, akademis, tenaga ahli.
0 komentar:
Posting Komentar