PERKEMBANGAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

Jumat, 06 Februari 2015 1 komentar

Syariat islam merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada seluruh umat manusia demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariat islam berisi aturan-aturan Allah dalam hal agidah, ibadah dan muamalah.[1] Syariat islam diturunkan oleh Allah bukan untuk menyusahkan atau menyengsarakan manusia, melainkan untuk menyelamatkan dan mensejahterakan umat manusia itu sendiri. Jadi sangat keliru jika orang beranggapan bahwa penerapan syariat islam di suatu daerah hanya akan memberatkan daerah tersebut.[2]
Syariat islam telah berlaku di aceh sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, bahkan sejak kerajaan islam pertama di aceh. Baru, setelah konflik yang berkepanjangan  terjadi di aceh, penerapan syariat Islam di Aceh secara de facto dan de jure terwujud, yaitu didasarkan atas UU No. 44 tahun 1999 dan UU No. 18 tahun 2001.
Dalam rangka pelaksanaan syariat islam di aceh, maka dilakukan penulisan rancangan qanun aceh tentang pelaksanaan aspek-aspek syariat islam sebagai upaya melahirkan hukum positif aceh menjadi intensif setelah kehadiran UU No. 18 tahun 2001. Rancangan qanun tersebut dirumuskan kedalam tiga bidang, yaitu :
1.      Penulisan qanun tentang keberadaan, susunan dan tupoksi peradilan syariat islam itu sendiri serta qanun dibidang aqidah, ibadah, serta syiar islam.
2.      Penulisan qanun dibidang pidana materil dan formil.
3.      Penulisan qanun di bidang muamalat.[3]
Namun, masih terdapat keraguan tentang penerapan syariat islam dalam kalangan orang-orang tertentu, mereka menilai bahwa dengan penerapan syariat islam akan membatasi ruang dan gerak mereka serta memundurkan peran sosial mereka. Dari berbagai sisi pikiran negatif terhadap syariat islam akibat dari arus globalisasi, yang telah memperlambat jalannya syariat islam. Fenomena-fenomena yang terjadi antara lain :
a.       masyarakat muslim belum mampu menyaring derasnya arus informasi global dari budaya barat yang bersifat negatif.
b.      Kebanyakan dari masyarakat muslim mengalami krisis ekonomi, sehingga memperlamban upaya peningkatan SDM.
c.       Masyarakat masih termakan dengan isu-isu jangka pendek yang bersifat sementara akibat dari kurangnya wawasan mereka.
d.      Kurangnya pergaulan para mubaligh aceh dalam percatuan nasional dan internasional.[4]

Dari fenomena-fenomena diatas, memaksa kita untuk berfikir bagaimana seharusnya sikat masyarakat dalam melaksanakan syariat islam di aceh ini.
Pelaksanaan syariat islam di aceh telah berjalan selama tujuh tahun, namun kesan syariah di wilayah ini belum lagi selaras dengan perjalanan waktu tersebut. Ketika di ikhtisarkan berlakunya syariat islam di aceh yang dilambangkan oleh mahkamah syar’iyah aceh pada 15 maret 2002, suasana aceh yang gemuruh dengan hukum islam terlihat dimana-mana. Namun setelah itu hanya aktifitas cambuk terhadap beberapa kasus judi, khamar dan khalwat di beberapa wilayah/kabupaten saja yang menjadi patron berlakunya syariat islam di aceh, sehingga pihak-pihak tertentu yang anti terhadap syariah menyimpulkan tidak layak berlakunya syariat islam di aceh.[5]
Salah satu kritik adalah selain belum kaffahnya penerapan syariat di Aceh penekanannya juga hanya pada beberapa hal dan terkesan dangkal, seperti yang seringkali muncul ke permukaan adalah kasus mesum, khalwat, judi, dan khamar, yang kemudian direspon oleh masyarakat melalui sweping-sweping di jalan-jalan negara yang dalam beberapa kasus berakhir ricuh, dan tempat-tempat dengan penekanan pada penggunaan pakaian bagi perempuan. Dalam pelaksanaan Syariat Islam, justru terjadi pelanggaran terhadap serangkaian aturan-aturan lainnya. Oleh karenanya muncul pertanyaan, apakah korupsi dan manipulasi keuangan negara dibenarkan dalam Islam? Apakah tidak menunaikan ibdah shalat, puasa dan zakat dibenarkan dalam Islam? Apakah menghujat orang lain, memukul dan menghina pelaku pelanggaran Syariat Islam tanpa adanya proses hukum yang adil dibenarkan oleh Islam? Sebagian besar masyarakat di Aceh membenci pelanggar Syariat Islam, padahal justru si pembenci sendiri terkadang jarang beribadah untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Meskipun telah diberlakukannya syariat islam, masiha ada juga masyarakat yang sudah akhil baligh belum begitu mampu membaca Al Quran dengan lancar, tidak pernah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, padahal dia mengaku sebagai seorang muslim. Orang-orang seperti ini tidak pernah mendapat hukuman, tetapi sudah bertindak sebagai penegak syariat dengan ikut serta dalam berbagai penangkapan atas nama syariat, karena masih dangkalnya pemahaman tentang Syariat Islam.
Sejauh ini, penerapan Syariat Islam belum menghasilkan perubahan ke arah yang lebih positif dalam tata kehidupan masyarakat. Penerapan Syariat Islam dilakukan ketika Aceh berada dalam pusaran konflik, sehingga kelancaran pelaksanaannya mengalami gangguan yang cukup serius, bahkan isu Syariat Islam pernah berada di bawah bayang-bayang isu konflik. Dalam penerapan Syariat Islam di Aceh terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan yang harus diperbaiki secepatnya, antara lain:
a.       Terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang mampu menyusun konsep-konsep dan formula syariat Islam yang hendak diaplikasikan. Di samping itu, rumusan formula syariat yang tepat dan ideal untuk diaplikasikan juga belum ditemukan.
b.      Penegasan hukum terhadap permasalahan pelindungan anak dalam Syariat Islam. Anak.anak yang berumur 18 tahun nantinya tunduk kepada undang-undang anak walau melakukan pelanggaran syariat dan mereka harus diproses melalui pengadilan anak
c.       Pemahaman dan pengertian yang masih sangat minim tentang pola penerapan yang Syariat Islam yang baik dan benar, baik di tingkat aparatur maupun di masyarakat Aceh.
d.      Ketidakseriusan dan kurangnya sosialisasi tentang tata cara pelaksanaan Syariat Islam yang seharusnya terhadap masyarakat oleh pemerintah melalui Dinas Syariat Islam terkait dengan melakukan sosialisasi, diskusi-diskusi rutin dengan masyarakat Aceh di berbagai pelosok. Keterlibatan aktif masyarakat dalam penerapan Syariat Islam memang diperlukan tetapi tetap menempuh prosedur hukum yang berlaku sehingga niat baik menegakkan hukum Islam tidak melanggar hukum dan norma lainnya yang berlaku di negara ini.
e.       Status, keterampilan dan ”code of conduct” polisi syariat itu sendiri. Kadangkala seringkali polisi syariat tidak berdaya ketika berhadapan dengan pelaku syariat yang kuat secara struktural dan finansial, serta sering menimbulkan kekecewaan masyarakat.
Selain itu, penerapan Syariat Islam secara menyimpang dan tidak benar telah mengakibatkan munculnya beberapa hal berikut. Yaitu :
a.       Mengemukanya konflik kepentingan antara pemerintah daerah dan masyarakat.
b.      Memudarnya kepercayaan masyarakat kepada elit politik setempat.
c.       Munculnya resistensi masyarakat terhadap berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah, terutama regulasi yang terkait dengan penerapan syariat Islam.
Untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap Syariat Islam, tentu tidak tuntas hanya dalam sekali melakukan sosialisasi qanun (peraturan daerah) melalui media atau seminar, tetapi membutuhkan energi yang lebih besar dalam jangka waktu panjang, membutuhkan pendekatan-pendekatan persuasif lainnya yang kemudian mampu mewujudkan pemahaman masyarakat terhadap penerapan Syariat Islam itu sendiri Betapa Islam sangat santun dan menghargai hak-hak asasi manusia, setiap pelanggaran ada cara-cara penyelesaian yang terhormat melalui hukum, baik hukum yang berlaku di negara ini maupun hukum Islam itu sendiri.
Dalam rangka pelaksanaan syariat islam di aceh, dibutuhkan suatu lembaga pendidikan untuk mendidik umat agar mereka paham apa yang mau diterapkan, karena syariat islam itu sendiri baru dapat dipahami melalui pendidikan. Pendidikan itu sendiri adalah sebuah proses transformasi ilmu yang bermaksud menjadikan manusia sebagai sosok manusia yang potensial secara intelektual dan sekaligus upaya pembentukan masyarakat yang berwatak, beretika dan berestetika.
Namun, semenjak dicanangkan pelaksanaan syariat islam di aceh, agaknya belum ada suatu gerakan atau gagasan yang monumental untuk merumuskan sistem pendidikan yang dapat mendukung pelaksanaan syariat islam. Seminar-seminar selama ini agaknya adhoc.[6]
Pelaksanaan syariat Islam harus secara kaffah yang artinya menyeluruh dalam segala aspek kehidupan karena Islam telah mempunyai aturan sendiri yang Allah SWT turunkan, mengapa kita harus takut akan perintah ini? Kita jangan mendengarkan kata orang-orang anti Islam yang mengatakan Syariat Islam itu kejam, hukumnya rajam, potong tangan, qishas dan lain sebagainya. Yang semuanya ini katanya melenggar HAM dan kebebasan. Apabila pelaksanaan syariat ini secara kaffah maka kemakmuran, ketenangan, ketentraman, dan keamanan hidup akan kita dapatkan, karena ini merupakan janji Allah SWT.
Untuk suksesnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, maka sekali lagi pemerintah daerah harus berani menerapkan secara kaffah di mana harus diterapkan kepada orang-orang yang duduk dipemerintahan, lalu kepada rakyat. Hilangnya Coruption Maniac, proyek-proyek Abu Nawas, proyek-proyek fiktif dan lainnya yang merugikan rakyat, .berubah menjadi pelayan masyarakat, peduli rakyat serta mensejahterakan semua lapisan masyarakat. Ini inti pokok yang harus diperhatikan dalam prosesi pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Kemudian mengatur tata kehidupan masyarakat agar jauh dari perbuatan maksiat seperti khalwat, khamar, judi dan lain sebagainya.
Memang kita akui pelaksanaan syariat Islam di jaman modern cukup berat karena kita telah terkontaminasi dengan budaya-budaya barat yang mengalir bagaikan air bah, di segala lini, disegala aspek kehidupan, dari kota hingga ke desa-desa. Ini kita akui karena kita manusia yang selalu cenderung kepada keburukan. Antara yang baik dan buruk itu sama porsinya, namun manusia cenderung kepada keburukan.
Semoga pelaksanaan syariat Islam di Aceh semakin hari semakin lebih baik, yang terpenting Pemerintah Daerah Aceh harus tegas dan berani dalam menerapkan kebijakan syariat islam, terutama untuk dirinya dan juga untuk rakyatnya, sehingga apa yang kita cita-citakan akan tercapai..  






[1]Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 141

[2]Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 160

[3] Alyasa Abubakar. 2008. Penerapan Syariat Islam Di Aceh Upaya Penyusunan Fiqih Dalam Negara Bangsa. Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 53

[4] Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 32-33

[5] Hasanuddin Yusuf Adan. 2008. Syariat Islam Di Aceh Antara Implementasi Dan Diskriminasi. Banda Aceh; Adnin Foundation Publisher. Hal. 30


[6] Eka Sri Mulyani. 2008. Filosofi Pendidikan Berbasis Syariat Dalam Educational Network. Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

1 komentar:

  • Anonim mengatakan...

    Halo,
    Perkenalkan, Nama saya Wenny
    Saya adalah development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda. 
    Boleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke wenny@forexmart.com, terimakasih

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 ART POINT | TNB