Syariat islam
merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada seluruh umat manusia demi
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariat islam berisi aturan-aturan
Allah dalam hal agidah, ibadah dan muamalah.[1]
Syariat islam diturunkan oleh
Allah bukan untuk menyusahkan atau menyengsarakan manusia, melainkan untuk
menyelamatkan dan mensejahterakan umat manusia itu sendiri. Jadi sangat keliru
jika orang beranggapan bahwa penerapan syariat islam di suatu daerah hanya akan
memberatkan daerah tersebut.[2]
Syariat islam telah berlaku di aceh sejak zaman
sebelum kemerdekaan Indonesia, bahkan sejak kerajaan islam pertama di aceh. Baru,
setelah konflik yang berkepanjangan
terjadi di aceh, penerapan syariat Islam di Aceh secara de facto dan de jure terwujud, yaitu didasarkan atas UU No. 44 tahun 1999 dan UU
No. 18 tahun 2001.
Dalam rangka pelaksanaan syariat islam di aceh,
maka dilakukan penulisan rancangan qanun aceh tentang pelaksanaan aspek-aspek
syariat islam sebagai upaya melahirkan hukum positif aceh menjadi intensif
setelah kehadiran UU No. 18 tahun 2001. Rancangan qanun tersebut dirumuskan
kedalam tiga bidang, yaitu :
1. Penulisan qanun tentang keberadaan,
susunan dan tupoksi peradilan syariat islam itu sendiri serta qanun dibidang
aqidah, ibadah, serta syiar islam.
2. Penulisan qanun dibidang pidana materil
dan formil.
3. Penulisan qanun di bidang muamalat.[3]
Namun, masih terdapat keraguan tentang penerapan
syariat islam dalam kalangan orang-orang tertentu, mereka menilai bahwa dengan
penerapan syariat islam akan membatasi ruang dan gerak mereka serta memundurkan
peran sosial mereka. Dari berbagai sisi pikiran negatif terhadap syariat islam
akibat dari arus globalisasi, yang telah memperlambat jalannya syariat islam.
Fenomena-fenomena yang terjadi antara lain :
a. masyarakat muslim belum mampu menyaring
derasnya arus informasi global dari budaya barat yang bersifat negatif.
b. Kebanyakan dari masyarakat muslim
mengalami krisis ekonomi, sehingga memperlamban upaya peningkatan SDM.
c. Masyarakat masih termakan dengan isu-isu
jangka pendek yang bersifat sementara akibat dari kurangnya wawasan mereka.
d. Kurangnya pergaulan para mubaligh
aceh dalam percatuan nasional dan internasional.[4]
Dari fenomena-fenomena diatas,
memaksa kita untuk berfikir bagaimana seharusnya sikat masyarakat dalam
melaksanakan syariat islam di aceh ini.
Pelaksanaan syariat islam di aceh
telah berjalan selama tujuh tahun, namun kesan syariah di wilayah ini belum
lagi selaras dengan perjalanan waktu tersebut. Ketika di ikhtisarkan berlakunya
syariat islam di aceh yang dilambangkan oleh mahkamah syar’iyah aceh pada 15
maret 2002, suasana aceh yang gemuruh dengan hukum islam terlihat dimana-mana.
Namun setelah itu hanya aktifitas cambuk terhadap beberapa kasus judi, khamar dan
khalwat di beberapa wilayah/kabupaten saja yang menjadi patron berlakunya
syariat islam di aceh, sehingga pihak-pihak tertentu yang anti terhadap syariah
menyimpulkan tidak layak berlakunya syariat islam di aceh.[5]
Salah satu kritik adalah selain
belum kaffahnya penerapan syariat di Aceh penekanannya juga hanya pada beberapa
hal dan terkesan dangkal, seperti yang seringkali muncul ke permukaan adalah
kasus mesum, khalwat, judi, dan khamar, yang kemudian direspon oleh masyarakat
melalui sweping-sweping di jalan-jalan negara yang dalam beberapa kasus
berakhir ricuh, dan tempat-tempat dengan penekanan pada penggunaan pakaian bagi
perempuan. Dalam pelaksanaan Syariat Islam, justru
terjadi pelanggaran terhadap serangkaian aturan-aturan lainnya. Oleh karenanya
muncul pertanyaan, apakah korupsi dan manipulasi keuangan negara dibenarkan
dalam Islam? Apakah tidak menunaikan ibdah shalat, puasa dan zakat dibenarkan
dalam Islam? Apakah menghujat orang lain, memukul dan menghina pelaku
pelanggaran Syariat Islam tanpa adanya proses hukum yang adil dibenarkan oleh
Islam? Sebagian besar masyarakat di Aceh membenci pelanggar Syariat Islam,
padahal justru si pembenci sendiri terkadang jarang beribadah untuk melakukan
kewajibannya sebagai seorang muslim.
Meskipun telah diberlakukannya syariat islam, masiha ada juga
masyarakat yang sudah akhil baligh belum begitu mampu membaca Al Quran dengan
lancar, tidak pernah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, padahal dia
mengaku sebagai seorang muslim. Orang-orang seperti ini tidak pernah mendapat
hukuman, tetapi sudah bertindak sebagai penegak syariat dengan ikut serta dalam
berbagai penangkapan atas nama syariat, karena masih dangkalnya pemahaman
tentang Syariat Islam.
Sejauh ini, penerapan Syariat Islam belum menghasilkan perubahan ke
arah yang lebih positif dalam tata kehidupan masyarakat. Penerapan Syariat
Islam dilakukan ketika Aceh berada dalam pusaran konflik, sehingga kelancaran
pelaksanaannya mengalami gangguan yang cukup serius, bahkan isu Syariat Islam
pernah berada di bawah bayang-bayang isu konflik. Dalam penerapan Syariat Islam
di Aceh terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan yang harus diperbaiki
secepatnya, antara lain:
a.
Terbatasnya kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia yang mampu menyusun konsep-konsep dan formula
syariat Islam yang hendak diaplikasikan. Di samping itu, rumusan formula
syariat yang tepat dan ideal untuk diaplikasikan juga belum ditemukan.
b.
Penegasan hukum terhadap
permasalahan pelindungan anak dalam Syariat Islam. Anak.anak yang berumur 18
tahun nantinya tunduk kepada undang-undang anak walau melakukan pelanggaran
syariat dan mereka harus diproses melalui pengadilan anak
c.
Pemahaman dan pengertian yang
masih sangat minim tentang pola penerapan yang Syariat Islam yang baik dan
benar, baik di tingkat aparatur maupun di masyarakat Aceh.
d.
Ketidakseriusan dan kurangnya
sosialisasi tentang tata cara pelaksanaan Syariat Islam yang seharusnya
terhadap masyarakat oleh pemerintah melalui Dinas Syariat Islam terkait dengan
melakukan sosialisasi, diskusi-diskusi rutin dengan masyarakat Aceh di berbagai
pelosok. Keterlibatan aktif masyarakat dalam penerapan Syariat Islam memang
diperlukan tetapi tetap menempuh prosedur hukum yang berlaku sehingga niat baik
menegakkan hukum Islam tidak melanggar hukum dan norma lainnya yang berlaku di
negara ini.
e.
Status, keterampilan dan ”code
of conduct” polisi syariat itu sendiri. Kadangkala seringkali polisi syariat
tidak berdaya ketika berhadapan dengan pelaku syariat yang kuat secara
struktural dan finansial, serta sering menimbulkan kekecewaan masyarakat.
Selain itu, penerapan Syariat Islam secara menyimpang dan tidak
benar telah mengakibatkan munculnya beberapa hal berikut. Yaitu :
a.
Mengemukanya konflik
kepentingan antara pemerintah daerah dan masyarakat.
b. Memudarnya kepercayaan masyarakat kepada
elit politik setempat.
c.
Munculnya resistensi masyarakat
terhadap berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah, terutama
regulasi yang terkait dengan penerapan syariat Islam.
Untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap Syariat Islam, tentu
tidak tuntas hanya dalam sekali melakukan sosialisasi qanun (peraturan daerah)
melalui media atau seminar, tetapi membutuhkan energi yang lebih besar dalam
jangka waktu panjang, membutuhkan pendekatan-pendekatan persuasif lainnya yang
kemudian mampu mewujudkan pemahaman masyarakat terhadap penerapan Syariat Islam
itu sendiri Betapa Islam sangat santun dan menghargai hak-hak asasi manusia,
setiap pelanggaran ada cara-cara penyelesaian yang terhormat melalui hukum,
baik hukum yang berlaku di negara ini maupun hukum Islam itu sendiri.
Dalam rangka pelaksanaan syariat islam di aceh, dibutuhkan suatu
lembaga pendidikan untuk mendidik umat agar mereka paham apa yang mau
diterapkan, karena syariat islam itu sendiri baru dapat dipahami melalui
pendidikan. Pendidikan itu sendiri adalah sebuah proses transformasi ilmu yang
bermaksud menjadikan manusia sebagai sosok manusia yang potensial secara
intelektual dan sekaligus upaya pembentukan masyarakat yang berwatak, beretika
dan berestetika.
Namun, semenjak dicanangkan pelaksanaan syariat islam di aceh,
agaknya belum ada suatu gerakan atau gagasan yang monumental untuk merumuskan
sistem pendidikan yang dapat mendukung pelaksanaan syariat islam.
Seminar-seminar selama ini agaknya adhoc.[6]
Pelaksanaan syariat Islam harus secara kaffah yang artinya
menyeluruh dalam segala aspek kehidupan karena Islam telah mempunyai aturan
sendiri yang Allah SWT turunkan, mengapa kita harus takut akan perintah ini?
Kita jangan mendengarkan kata orang-orang anti Islam yang mengatakan Syariat
Islam itu kejam, hukumnya rajam, potong tangan, qishas dan lain sebagainya.
Yang semuanya ini katanya melenggar HAM dan kebebasan. Apabila pelaksanaan
syariat ini secara kaffah maka kemakmuran, ketenangan, ketentraman, dan
keamanan hidup akan kita dapatkan, karena ini merupakan janji Allah SWT.
Untuk suksesnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, maka sekali lagi
pemerintah daerah harus berani menerapkan secara kaffah di mana harus
diterapkan kepada orang-orang yang duduk dipemerintahan, lalu kepada rakyat.
Hilangnya Coruption Maniac, proyek-proyek Abu Nawas, proyek-proyek fiktif dan
lainnya yang merugikan rakyat, .berubah menjadi pelayan masyarakat, peduli
rakyat serta mensejahterakan semua lapisan masyarakat. Ini inti pokok yang
harus diperhatikan dalam prosesi pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Kemudian
mengatur tata kehidupan masyarakat agar jauh dari perbuatan maksiat seperti
khalwat, khamar, judi dan lain sebagainya.
Memang kita akui pelaksanaan syariat Islam di jaman modern cukup
berat karena kita telah terkontaminasi dengan budaya-budaya barat yang mengalir
bagaikan air bah, di segala lini, disegala aspek kehidupan, dari kota hingga ke desa-desa.
Ini kita akui karena kita manusia yang selalu cenderung kepada keburukan.
Antara yang baik dan buruk itu sama porsinya, namun manusia cenderung kepada
keburukan.
Semoga pelaksanaan syariat Islam di Aceh semakin hari semakin lebih
baik, yang terpenting Pemerintah Daerah Aceh harus tegas dan berani dalam
menerapkan kebijakan syariat islam, terutama untuk dirinya dan juga untuk
rakyatnya, sehingga apa yang kita cita-citakan akan tercapai..
[1]Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat
Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 141
[2]Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat
Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat
Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 160
[3] Alyasa Abubakar. 2008. Penerapan Syariat Islam Di Aceh Upaya
Penyusunan Fiqih Dalam Negara Bangsa. Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Hal. 53
[4] Syamsul Rizal, Dkk. 2008. Syariat
Islam Dan Paradigma Kemanusiaan. Dinas Syariat Islam Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 32-33
[5] Hasanuddin Yusuf Adan. 2008. Syariat Islam Di Aceh Antara Implementasi Dan
Diskriminasi. Banda Aceh; Adnin Foundation Publisher. Hal. 30
[6] Eka Sri Mulyani. 2008. Filosofi Pendidikan Berbasis Syariat Dalam
Educational Network. Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
1 komentar:
Halo,
Perkenalkan, Nama saya Wenny
Saya adalah development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda.
Boleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke wenny@forexmart.com, terimakasih
Posting Komentar