Konsep Agama
Dalam pemahaman barat, konsep agama (religion) dipandang lebih sempit dan terbatas dibandingkan dengan konsep agama (ad-din) dalam islam. Menurut barat, agama bukan merupakan suatu totalitas, sedangkan agama menurut islam merupakan suatu totalitas yang bersifat komprehensif. Menurut W. Montgomery Watt, agama dalam islam dapat meliputi seluruh bentuk kehidupan, sedangkan agama menurut barat tidak. Kemudian Clifford Geertz juga menjelaskan bahwa agama hanya sebagai simbol untuk menciptakan suasana hati dan motivasi yang kuat, serba menyeluruh dan berlaku lama dalam diri manusia. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa konsep agama menurut barat berarti bahwa agama memiliki ruang lingkup yang terbatas dalam aspek kehidupan manusia, agama hanya sebatas mengatur tentang pribadi manusia itu sendiri, seperti dalam hal kejiwaan, pernikahan, kematian dan tingkah laku manusia. Sedangkan pada urusan keNegaraan dan hukum, itu merupakan diluar kajian agama. Konsep ini didasarkan atas kata agama itu sendiri, menurut barat, kata religion bukan berasal dari kitab suci, sedang kan Ad-Din dalam islam merupakan kata yang muncul dari kitab suci. Oleh karena itu, dalam pandangan barat tentang fungsi agama diluar aturan pribadi manusia dianggap tidak ada.
Mungkin jika dikaji secara akal, tidaklah benar jika agama dipisahkan dari aspek hukum dan keNegaraan. Sebab, dari kedua aspek tersebut sangat diperlukan aturan agama yang ketat dalam hal etika dan tingkah laku manusia terhadap pembentukan konsep hukum dan Negara. Namun, barat terpaksa mengabaikan konsep tersebut dikarenakan pada awalnya mereka sendiri tidak mampu menerjemahkan kata “agama” dengan baik. Mereka terlalu banyak mengkaji tentang kehidupan Yesus, namun mereka sendiri tidak mengerti bagaimana konsep tuhan yang sebenarnya. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa akal adalah diatas segalanya. Sehingga konsep tentang tuhan pun direkayasa agar dapat diterima oleh akal.
Jika konsep tuhan saja dapat dimanipulasi dengan akal, apalagi halnya dengan agama. Tentunya mereka memberikan batasan-batasan yang lebih sempit dalam pengkajian agama terhadap aturan hidup mereka. Dengan demikian, agama hanyalah sebagai pengikat individu manusia dalam hal etika dan moral, serta suatu kepercayaan yang hanya bersifat sebagai complement dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Sehingga dalam hal pengaturan politik Negara dan hukum, agama dinafikan.
Banyak pendapat-pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang konsep Negara dalam barat. Beberapa pengemuka tentang teori keNegaraan barat adalah Augustinus, Nicolo Machiavelli dan Hugo de Groot. Dalam teori Augustinus, dia menjelaskan bahwa Negara tidak dapat dipisahkan dengan agama, sebab agama memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pemerintahan Negara. Augustinus membagi Negara kedalam dua jenis, pertama adalah Negara tuhan, yaitu Negara akan lebih baik jika didasari atas aturan agama, dan disinilah keadilan dapat terbentuk. Teori ini dikeluarkan berdasarkan tujuannya untuk membela agama kristen untuk memberikan landasan kebenaran terhadap kekuasaan gereja. Kedua adalah Negara iblis, Negara ini ditujukan kepada Negara sekuler yang mengabaikan kedudukan agama dalam sistem pemerintahan. Namun pada akhirnya teori Augustinus dibantah oleh Marsilius yang menyatakan bahwa Negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada agama, oleh karena itu, agama dan Negara harus dipisahkan.
Selain itu, pemikiran Nicolo Machiavelli juga mendukung terbentuknya Negara sekuler. Machivelli menyatakan bahwa Negara harus dipisahkan dari asas-asas kesusilaan. Artinya, agama tidak boleh mencampuri urusan keNegaraan.
Demikian juga hal yang ditegaskan oleh Hugo de Groot. Hugo berpendapat bahwa Negara lahir berdasarkan perjanjian, tetapi perjanjian tersebut bukan diilhami oleh Tuhan, melainkan karena dorongan rasio manusia sebagai dasar hukum alam. Teori ini juga menyinggung bahwa tuhan dan agama tidak ada campur tangan dalam Negara. Negara muncul dari hukum alam yang merupakan hasil pemikiran atau akal manusia.
Dengan demikian, barat sengaja menciptakan teori-teori yang mendukung pengutamaan akal daripada agama/ketuhanan yang pada akhirnya bertujuan untuk membentuk Negara sekuler. Secara teori, Negara sekuler adalah Negara yang memberikan kebebasan kepada masyarakatnya dalam beragama dan menganggap bahwa agama tidak boleh mencampuri urusan pemerintahan Negara. Namun, dalam prakteknya, pengaruh kristen sangat besar dalam lingkup pemerintahan, agama dijadikan sebagai alat kekuasaan dan kekuatan politik. Lagi-lagi mereka tidak konsisten dengan pemikiran mereka. Bagaimana bisa mereka menyalahkan Negara islam yang menganggap agama adalah landasan utama dalam sistem pemerintahan.
Konsep Hukum
Sehubungan dengan konsep agama dan Negara menurut pemikiran barat, maka dalam konsep hukum pun mereka tidak luput dari pengutamaan akal dan mengabaikan fungsi agama. Meskipun pendekatan teologis pernah berkembang di dunia barat pada abad pertengahan, munculnya teori-teori yang bermazhabkan sekularisme telah menghilangkan paham keagamaan dalam konsep hukum barat.
Thomas Aquinas membagi hukum kedalam empat kategori, yaitu hukum abadi, hukum alam, hukum positif dan hukum tuhan. Namun, hukum tuhan tetap menjadi hukum tertinggi. Berbeda dengan Huge de Groot, dia berpendapat bahwa hukum yang benar adalah hukum alam, sehingga hukum yang berkembang dalam kehidupan manusia adalah hukum alam yang telah mengalami proses penalaran akal manusia, dengan demikian tidak ada campur tangan agama dalam pembentukan hukum.
Para pemikir barat menggunakan pendekatan rasional sebagai pengganti pendekatan theologis. Menurut mereka, hukum harus berdiri sendiri dan tidak terikat dengan faktor apapun, termasuk faktor agama. Dengan demikian, aspek moral dalam penentuan hukum telah dikesampingkan.
Hukum dibentuk dengan tujuan agar dapat mencegah orang-orang untuk tidak melakukan pelanggaran dan memberi hukuman bagi orang yang telah berbuat salah dengan konsep keadilan. Untuk dapat mengetahui indikator keadilan tersebut, maka sangat diperlukan substansi keagamaan dan aspek moralitas. Akan sangat mustahil jika hukum dibentuk hanya berlandaskan dengan rasionalisme atau akal pikiran manusia.
Dalam islam, hukum telah disusun dengan sedemikian rupa dalam sebuah konsep hukum islam yang bersumber dari Al-Quran, Hadits dan Ijtihad para ulama. Artinya, hukum tersebut hanya bisa diciptakan oleh Allah SWT sebagai pencipta manusia. Namun, Allah masih memberikan kesempatan bagi manusia untuk menggunakan akal pikirannya dalam menalar hukum jika hukum tersebut tidak dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan demikian, hukum merupakan aturan agama yang direfleksikan keseluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam konsep keNegaraan. Agama mengikat semua aspek dalam kehidupan manusia. Jika agama dikesampingkan, maka tidak akan ada dasar yang jelas tentang konsep pemikiran manusia dalam menentukan hukum dan pemerintahan Negara.
Barat sudah terlalu berlebihan dalam menerjemahkan rasionalisme. Meskipun mereka beragama nasrani, namun dalam isi dan konsep agamanya tentulah menjelaskan tentang nilai-nilai moralitas dan ketuhanan. Jika mereka menganggap bahwa agama tidak mempunyai intervensi dalam urusan Negara dan hukum, berarti agama bagi barat menempati posisi dibawah rasionalisme.
Semoga indonesia tidak terkontaminasi dengan sistem barat yang membanggakan sekuralisme. Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi keberadaan agama. Hal ini dapat kita lihat pada Falsafah Indonesia Sila Pertama, agama menempati posisi pertama dalam lima urutan falasafah tersebut. untuk itu, agama menjadi sebuah faktor penting dalam prosesi hukum dan Negara. Sampai kapan pun, sekuralisme tidak akan dapat menciptakan sebuah Negara yang menjunjung tinggi nilai moral dan keadilan.
1 komentar:
makasih sangat membantu :)
Posting Komentar